Fan page

header ads

Sejarah telapak suci



Diriwayatkan Oleh : Pendiri Perguruan Tapak Suci
H.M. Barie Irsjad, PBr                     Muhammad Rustam Djundab, PBr


            Tahun 1925, diriwayatkan dari 2 orang kakak beradik A. Dimyati dan M. Wahib berguru kepada K.H. Busro di Binorong Banjarnegara. Bahwa K.H. Busro lebih menguasai ilmu kebatinan dari pada ilmu Kontho itu sendiri, sedang adiknya H. Burhan yang ilmu Konthonya lebih baik.
            Menurut riwayat A. Dimyati dan M. Wahib belajar selama lima hari untuk menguasai 15 jurus, 5 Kembangan. Selanjutnya pulang ke Yogyakarta, yang kemudian diikuti oleh K.H. Busro dan H. Burhan. Dalam kesempatan inilah masyarakat dilingkungannya menyebut mereka sebagai Pendekar Pencak. Pendekar A. Dimyati sifatnya pendiam dan tertutup, sedang M Wahib sifatnya pemberani, terbuka dan kesatria. Karena sifat yang berbeda ini sering kali kedua kakak beradik ini bertengkar.
            Pendekar K.H. Busro, menunjuk Pendekar A. Dimyati untuk berkelana kebarat sebagaimana yang pernah dijalani oleh Pendekar K.H. Busro. Sesuai dengan tradisi yang berlaku bahwa Pendekar A. Dimyati yang sudah mengangkat guru kepada K.H. Busro tidak boleh berguru kepada pencak lainnya, untuk itu dalam berkelana ini yang dilakukan adalah “adu kaweruh” (adu ilmu). Diriwayatkan bahwa Pendekar A. Dimyati berhasil menguasai ilmu Cikalong, Cimande, Cibarosa dalam hal ini adalah Debus.
           
            Meskipun tidak berguru,akan tetapi dalam Silsilah Cikalong, Cimande nama A. Dimyati tertulis dalam Angkatan Tujuh.

            Adapun Pendekar M Wahib ditunjuk untuk berkelana ketimur sampai ke Madura. Karena sifat yang keras dari Pendekar M. Wahib. Maka “adu kaweruh” diartikan dengan berkelahi, dimana ada pendekar didatangi untuk ditantang berkelahi. Pendekar M. Wahib bercerita : “Kemana-mana saya naik turun panggung untuk tarung pencak untuk mendapatkan uang, kalau diperlukan saya memakai senjata handuk dan sepotong besi sejengkal berlafalkan ”Alif”. Setelah pengenbaraan mereka sekitar 5 tahun, pulang ke Yogyakarta. Kebiasaan mencari musuh berkelahi, Pendekar M. Wahib diarahkan kepada anak-anak Belanda yang kemudian juga Kompeni Belanda. Kesatriaannya ini positif akan tetapi juga membuat repot kampung, apalagi setelah sebagai buronan Belanda.
            Pada tahun 1935 M. Wahib bertempat dilingkungan kauman Tengah membuka latihan pencak, diriwayatkan puluhan murid ikut berlatih. Pada saat inilah Pendekar M. Wahib menyatakan Pencak Cikauman adalah satu-satunya yang ada di Kauman.
           
            Dalam hal ini sebagaimana Cikalong, Cimande dan Cibarosa menunjuk nama satu tempat.

            Dalam angkatan pertama ini ada seorang pemuda bernama M. Syamsudin yang berguru dengan cara ngenger (ikut guru kemana-mana), sebagai cantrik (orang yang menawarkan) dirumah Pendekar M. Wahib. Dalam angkatan ini M. Syamsudin yang dinyatakan selesai dan dibai’at serta diperbolehkan menerima murid.
            Tahun 1938, dijamannya Pendekar M. Syamsudin ini datanglah seorang Cina perantauan yaitu YAP KIE SAN ke Kauman. Menurut riwayat yang diceritakan oleh Pendekar M. Wahib bahwa dalam tarung yang pertama M. Wahib terkena pukulan sssjari di dada kiri. Yap Kie San berdiam di rumah Pendekar M. Wahib cukup lama, pada akhirnya terjadi pertarungan besar yang kedua, sampai-sampai bangunan tempat bertarung roboh.
           
            Pengaruh dari Yap Kie San dalam Aliran CIKAUMAN adalah, Salam Pembukaan, Kuda-kuda dan Sikap Pasang yang ada pada Pendekar M. Wahib.

            Kauman adalah daerah muslim, Yap Kie San tidak terbuka untuk menjadi Islam, maka selanjutnya melarikan diri (pergi tanpa pamit) ke daerah sebelah utara Kauman, Pathok. Disini Yap Kie San kawin dengan pribumi, adiknya Broto belajar ilmu kepada Yap Kie San, selanjutnya mendirikan Perguruan BIMA, Dirdjo mendirikan Perguruan Perisai Diri. Wasiat Yap Kie San kepada Brotho untuk mengalahkan perguruan yang ada di Kauman.
           
            (Kesemuannya ini diceritakan Broto kepada Pendiri Tapak Suci tahun 1968).
           
            Ada satu literature pencak silat yang menyatakan bahwa perkembangan pencak silat di Indonesia sangat dipengaruhi dua hal :
1.      Geografis
Dataran tinggi, dataran rendah dan pantai. Masing-masing berkembang berbeda-beda, terutama dalam hal kuda-kuda.
2.      Kultural
Dalam hal ini ada dua jalur besar, aliran bangsawan dan aliran rakyat.
adapun yang sangat membedakan antara dua aliran ini adalah :
  1. Aliran Bangsawan
a.       Tertutup tidak mudah berasimilasi, bertahan kepada kemurniaanya.
b.      Daya gunanya pada Pencak Silat Seni
c.       Disiplin
  1. Aliran Rakyat
a.       Terbuka mudah berasimilasi, tidak murni
b.      Daya gunanya pada Pencak Silat sendiri
c.       Tidak disiplin
            Dua definisi tersebut kalau dilihat dari aliran CIKAUMAN, kurang cocok    sepenuhnya, karena sifat CIKAUMAN adalah :
  1. Tertutup akan tetapi mudah berasimilasi
  2. Tidak disiplin tetapi patriotic
  3. Daya gunanya sama kuat antara seni dan bela diri
           
            Hal ini dapat dimaklumi karena dalam masa-masa berkembang Aliran Rakyat yang ada di Kauman selalu berdampingan dengan Aliran Bangsawan yang ada di Kraton Yogyakarta, Kampung Kauman adalah lingkungan Kraton Yogyakarta.
            Diriwayatkan bahwa Pendekar M. Syamsudin setelah dibai’at membuka dan menerima murid di Kauman Utara (SERANOMAN). Dari sekian banyak murid, yang dinyatakan selesai dan dibai’at adalah M. Zahid. Menurut riwayat M. Zahid adalah anak murid SERANOMAN  yang berotak cemerlang dan berkemampuan tinggi, pergaulannya luas, perkembangan Pencak Kauman berkembang pesat. Keilmuan Pencak dikemas dan disajikan methodis kemudian berhasil mengembangkan dari lima menjadi 8 Kembangan.
            Tahun 1942 adalah awal dari M. Barie Irsjad belajar Pencak kepada Pendekar M. Zahid, tidak sebagaimana biasanya setelah selesai dibai’at, tetapi diserahkan kepada Pendekar M. Syamsuddin, demikian juga setelah selesai diserahkan kepada pendekar M. Wahib. Baru pada tahun 1948, M. Barie Irsjad dinyatakan selesai dan dibai’at.
            Waktu dibai’at Pendekar M. Barie Irsjad berhasil mempertanggungjawabkan 11 kembangan. Sebelum menggunakan haknya untuk menerima murid, diarahkan oleh Pendekar M. Wahib untuk ”adu kaweruh” ke guru-guru pencak yang ditunjuk oleh Pendekar M. Wahib, dari yang ditujuk banyak aliran hitam.  
            Pada waktu itu pengertian yang ada menyatakan bahwa  pencak adalah seni bela diri tangan kosong, sedang silat adalah seni bela diri bersenjata. Sedangkan CIKAUMAN mengkhususkan diri pada tangan kosong. Untuk itu M. Barie Irsjad diarahkan untuk “adu kaweruh” dengan Pendekar Abdul Rahman Baliyo yang menguasai beraneka macam senjata, alirannya berasal dari Cina. Disinilah M. Barie Irsjad mendapat pengertian bahwa “seseorang dapat melawan senjata kalau dapat main senjata”. Pada saat ini untuk bela diri Kauman sudah bukan Kontho atau Pencak.   
            Tepat pada waktu tahun 1949 datang ke Kauman seorang Perwira AL Jepang, bernama Omar Makino. Meskipun tujuan yang utama adalah bertemu kyai-kyai dalam rangka belajar agama Islam, akan tetapi sempat juga menurunkan kemampuannya yaitu permainan senjata pedang (samurai) kepada pemuda – pemuda termasuk M. Barie Irsjad. Di Indonesia kemudian Omar Makino dikenal sebagai Bapak Judo.

SUMBER:www.blogger.com/blogger.g?blogID=3338490994604263950#editor/target=post;postID=2306919739430391264
           

Posting Komentar

0 Komentar