1. Persaudaraan Setia Hati
Pencak Setia Hati diciptakan oleh Ki Ngabehi Soerodiwirjo pada tahun 1903 di daerah Tambak Gringsing, Surabaya, Jawa Timur, yang pada saat itu diberi nama permainan pencak Djojo Gendilo Tjipto Moeljo dengan nama perkumpulannya Sedoeloer Toenggal Ketjer. Pada tahun 1917 nama tersebut dirubah menjadi Persaudaraan Setia Hati yang berpusat di Madiun, Jawa Timur.
Pencak Setia Hati dirumuskan oleh Ki Ngabehi Soerodiwirjo yang dikenal juga dengan Eyang Soero dari hasil menimba ilmu pencak silat dari berbagai daerah. Dimulai setelah menyelesaikan pendidikan Sekolah Rakyat, pada tahun 1891 Eyang Soero mendapat pekerjaan magang sebagai juru tulis pada seorang kontroler Belanda. Selain bekerja, Eyang Soero tetap meneruskan belajar di Pondok Pesantren Tebuireng di Jombang, Jawa Timur. Dari pondok pesantren inilah Eyang Soero mulai mendalami ilmu agama dan pencak silat sekaligus.
Pada tahun 1892, Eyang Soero ditugaskan menjadi pegawai pengawas di Bandung, Jawa Barat, dan kemudian mempelajari ilmu pencak dari Cimande, Cikalong, Ciampea, Cibaduyut, Cipetir, Cilamaya, Sumedang dan sebagainya. Setahun kemudian Eyang Soero pindah ke Jakarta dan mempelajari silat aliran Betawen, Kwitang, Monyetan dan permainan toya.
Setahun kemudian Eyang Soero harus pindah kerja lagi ke Bengkulu selama 6 bulan, lalu ke Padang, Sumatra Barat. Di daerah ini Eyang Soero mempelajari ilmu silat dari Pariaman, Padang Sidempuan, Padang Panjang, Padang Alai, Alang Laweh, Solok, Singkarak, Taralak, Lintau, Fort de Kock, Sipai, Air Bangis dan sebagainya. Salah satu guru beliau bergelar Datuk Rajo Batuah.
Setelah menambah kekayaan ilmu pencak silat dan ilmu kebatinan di daerah Sumatra Barat, pada tahun 1898 Eyang Soero berhenti dari pekerjaannya dan melanjutkan perantauannya ke Sumatra Utara dan Aceh. Di daerah ini Eyang Soero mempelajari ilmu silat dari Tengku Achmad Mulia Ibrahim. Ilmu silat yang dipelajari yaitu silat dari Binjai, Langsa, Tarutung dan sebagainya. Di samping belajar silat, Eyang Soero juga mendapatkan wejangan kebatinan dari Nyoman Ida Gempol dan Tjik Bedojo.
Pada tahun 1902 Eyang Soero kembali ke Surabaya dan bekerja sebagai anggota polisi dengan pangkat mayor polisi. Pada tahun 1903 di Surabaya inilah, di daerah Tambak Gringsing, Eyang Soero mendirikan sebuah perkumpulan persaudaraan dengan nama Sedoeloer Toenggal Ketjer. Pada tahun 1915 Eyang Soero pindah bekerja ke bengkel kereta api di Madiun dan tetap mengajarkan pencak silat, kemudian pada tahun 1917 nama persaudaraannya dirubah menjadi Setia Hati yang disingkat SH. Eyang Soero wafat pada tahun 1944 dan dimakamkan di daerah Kelurahan Winongo, Kota Madiun.
Pada tanggal 22 Mei 1932 di Semarang, Jawa Tengah, atas prakarsa Moenandar Hardjowijoto dari Ngrambe, Ngawi, Jawa Timur, yang merupakan murid dari Eyang Soero yang telah mencapai Trap III, didirikanlah organisasi yang merupakan perwujudan ikrar bersama sejumlah kadang Setia Hati dari Semarang, Magelang, Solo, Yogyakarta dan sebagainya. Karena terdiri dari sejumlah kadang Setia Hati, maka disebut dengan nama Setia Hati Organisasi atau disingkat SHO, yang bermaksud orang-orang Setia Hati yang berorganisasi. Pada waktu itu hadir 50 saudara Setia Hati dan utusan-utusan, antara lain Soewignjo, Soekandar, Soemitro, Kasah, Karsiman, Soeripno, Soetardi, Hartadi dan Sajoeti Melok.
Pada kongres ke-13 di Yogyakarta tahun 1972, ditetapkan keputusan dengan kesepakatan bahwa nama Setia Hati Organisasi (SHO) berubah menjadi Persaudaraan Setia Hati (PSH). Perubahan nama tersebut merupakan pernyataan ketua umum kongres, Moenandar Hardjowijoto, yang menyatakan bahwa para kadang persaudaraan Setia Hati Organisasi tidak lagi mengenal garis pemisah antar kadang serumpun Setia Hati, dan persaudaraan SHO menjadi SH saja tanpa O (organisasi), kembali ke sumber.
SUMBER:www.kaskus.co.id/thread/574b90781cbfaae1668b456f/16-perguruan-pencak-silat-anggota-ipsi-pusat/
0 Komentar